SEL ELEKTROKIMIA
Reaksi
elektrokimia melibatkan perpindahan elektron – elektron bebas dari suatu logam
kepada komponen di dalam larutan. Kesetimbangan reaksi elektrokimia penting
dalam sel galvani (yang menghasilkan arus listrik) dan sel elektrolisis (yang
menggunakan arus listrik). Pengukuran daya gerak listrik (DGL) suatu sel
elektrokimia dalam jangkauan suhu tertentu dapat digunakan untuk menentukan
nilai – nilai termodinamika reaksi yang berlangsung serta koefisien aktifitas
dari elektrolit yang terlibat.
4.1. Hukum Coulomb, Medan Listrik, dan Potensial Listrik
Di antara empat macam antaraksi fisika yang dikenal
(antaraksi inti yang kuat, antaraksi lemah, antaraksi elektromagnetik, dan
gravitasi), hanya antaraksi elektromagnetik yang penting dalam bidang kimia.
Dasar antaraksi ini adalah adanya gaya tarik atau gaya tolak antara dua muatan,
yaitu Q1 dan Q2. Gaya ini merupakan besaran vektor yag
dirumuskan sebagai Hukum Coulomb.

dimana r
= jarak antar muatan (unit vektor yang bergantung arah gaya)
ε0 =
permitivitas ruang hampa (8,854.1012 C2 N-1 m-2)
εr =
permitivitas relatif / konstanta dielektrik
Jika arah gaya tidak
diperhatikan, maka

Kekuatan medan listrik pada titik tertentu (E) diartikan
sebagai gaya listrik per muatan unit. Jika pada percobaan muatan Q1
sangat kecil, maka

Medan listrik dinyatakan dalam
satuan SI Vm-1. Pada pembahasan selanjutnya, simbol E akan digunakan
untuk menyatakan daya gerak listrik (DGL), yaitu perbedaan potensial listrik
antara dua titik dan dinyatakan dalam satuan Volt (V).
Besarnya medan listrik yang ada di sekitar partikel bermuatan
adalah turunan dari besaran skalar yang disebut potensial listrik. Potensial
listrik (Φ) didefinisikan sebagai kerja yang dibutuhkan untuk membawa
suatu unit muatan positif dari titik awal ke titik tertentu.


4.2. Elektroda dan Potensial Elektroda Standar (Eo)
Pembahasan
sel elektrokimia dimulai dengan menggambarkan elektroda yang menyusun sel
elektrokimia. Elektroda tersusun dari elektroda itu sendiri dan bahan kimia (reagents) yang terlibat. Sel
elektrokimia umumnya tersusun atas dua elektroda. Setiap elektroda disebut
sebagai setengah sel (half cell).
Reaksi yang terjadi pada tiap elektroda disebut reaksi setengah sel atau reaksi
elektroda. Berdasarkan jenisnya, elektroda dapat digolongkan menjadi :
1. Elektroda logam – ion logam
Yaitu elektroda yang berisi
logam yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan ionnya, contohnya elektroda
Cu | Cu2+.
2. Elektroda amalgam
Amalgam adalah larutan logam
dalam Hg cair. Pada elektroda ini, amalgam logam M akan berada dalam
kesetimbangan dengan ionnya (M2+). Logam – logam aktif seperti Na
dan Ca dapat digunakan sebagai elektroda amalgam.
3. Elektroda redoks
Yaitu elektroda yang
melibatkan reaksi reduksi – oksidasi di dalamnya, contohnya elektroda Pt | Fe3+,
Fe2+.
4. Elektroda logam – garam tak larut
Elektroda ini berisi logam M
yang berada dalam kesetimbangan dengan garam sangat sedikit larutnya Mυ+Xυ-
dan larutan yang jenuh dengan Mυ+Xυ-
serta mengandung garam atau asam terlarut dengan anion Xz-. Contoh :
elektroda Ag – AgCl yang terdiri dari logam Ag, padatan AgCl, dan larutan yang
mengandung ion Cl- dari KCl atau HCl.
5. Elektroda gas
Yaitu elektroda yang berisi
gas yang berda dalam kesetimbangan dengan ion – ion dalam larutan, misalnya
elektroda Pt | H2(g) | H+(aq).
6. Elektroda non logam non gas
Yaitu elektroda yang berisi
unsur selain logam dan gas, misalnya elektroda brom (Pt | Br2(l) |
Br-(aq)) dan yodium (Pt | I2(s) | I-(aq)).
7. Elektroda membran
Yaitu elektroda yang
mengandung membran semi permiabel.
Untuk menggerakkan muatan dari
satu titik ke titik lain diperlukan beda potensial listrik antara kedua muatan.
Beda potensial diukur antara dua elektroda yaitu elektroda pengukur dan elektroda
pembanding. Sebagai elektroda pembanding umumnya digunakan elektroda hidrogen (H+
| H2 | Pt) atau elektroda kalomel (Cl- | Hg2Cl2(s)
| Hg). Beda potensial inilah yang dinyatakan sebagai daya gerak listrik (DGL).
Untuk menghitung DGL sel, digunakan potensial elektroda standar (Eo)
yang nilainya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Potensial elektroda standar pada 25oC
Elektroda
|
Eo (V)
|
Reaksi Setengah Sel
|
F- | F2(g) | Pt
|
2,87
|
½ F2(g) + e- = F-
|
Au3+ | Au
|
1,50
|
⅓ Au3+ + e- = Au3+
|
Pb2+ | PbO2 | Pb
|
1,455
|
½ PbO2 + 2H+ + e- = ½
Pb2+ + H2O
|
Cl- | Cl2(g) | Pt
|
1,3604
|
½ Cl2(g) + e- = Cl-
|
H+ | O2 | Pt
|
1,2288
|
H+
+ ¼ O2 + e- = ½ H2O
|
Ag+ | Ag
|
0,7992
|
Ag+
+ e- = Ag
|
Fe3+, Fe2+ | Pt
|
0,771
|
Fe3+
+ e- = Fe2+
|
I- | I2(s) | Pt
|
0,5355
|
½ I2
+ e- = I-
|
Cu+ | Cu
|
0,521
|
Cu+
+ e- = Cu+
|
OH- | O2 | Pt
|
0,4009
|
¼ O2
+ ½ H2O + e- = OH-
|
Cu2+ | Cu
|
0,339
|
½ Cu2+ + e- = ½
Cu
|
Cl- | Hg2Cl2(s)
| Hg
|
0,268
|
½ Hg2Cl2 + e- =
Hg + Cl-
|
Cl- | AgCl(s) | Ag
|
0,2224
|
AgCl
+ e- =
Ag + Cl-
|
Cu2+, Cu+ | Pt
|
0,153
|
Cu2+
+ e- = Cu+
|
Br- | AgBr(s) | Ag
|
0,0732
|
AgBr
+ e- =
Ag + Br-
|
H+ | H2 | Pt
|
0,0000
|
H+
+ e- = ½ H2
|
D+ | D2 | Pt
|
-0,0034
|
D+
+ e- = ½ D2
|
Pb2+ | Pb
|
-0,126
|
½ Pb2+ + e- = ½
Pb
|
Sn2+ | Sn
|
-0,140
|
½ Sn2+ + e- = ½
Sn
|
Ni2+ | Ni
|
-0,250
|
½ Ni2+ + e- = ½
Ni
|
Cd2+ | Cd
|
-0,4022
|
½ Cd2+ + e- = ½
Cd
|
Fe2+ | Fe
|
-0,440
|
½ Fe2+ + e- = ½
Fe
|
Zn2+ | Zn
|
-0,763
|
½ Zn2+ + e- = ½
Zn
|
OH- | H2 | Pt
|
-0,8279
|
H2O
+ e- = ½ H2 + OH-
|
Mg2+ | Mg
|
-2,37
|
½ Mg2+ + e- = ½
Mg
|
Na+ | Na
|
-2,714
|
Na+
+ e- = Na
|
Li+ | Li
|
-3,045
|
Li+
+ e- = Li
|
Pada tabel 4.1. terlihat bahwa
elektroda hidrogen (H+ | H2 | Pt) merupakan batas
pembanding dengan nilai potensial 0,0000 V. Bila elektroda pengukur mempunyai
nilai lebih besar dari elektroda hidrogen (bernilai positif), maka elektroda
tersebut mempunyai kecenderungan untuk tereduksi (bersifat oksidator).
Sedangkan bila elektroda pengukur mempunyai nilai lebih kecil dari elektroda
hidrogen (bernilai negatif), maka elektroda tersebut mempunyai kecenderungan
untuk teroksidasi (bersifat reduktor). Karena reaksi setengah sel pada
elektroda ditulis dalam bentuk reduksi, maka nilai potensial elektroda standar
juga dapat disebut potensial reduksi
standar.
4.3. Sel Elektrokimia
Sel
elektrokimia tersusun atas dua elektroda, yaitu anoda dan katoda. Pada anoda
terjadi reaksi oksidasi, sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Secara
garis besar, sel elektrokimia dapat digolongkan menjadi :
a. Sel Galvani
Yaitu sel yang menghasilkan
arus listrik. Pada sel galvani, anoda berfungsi sebagai elektroda bermuatan
negatif dan katoda bermuatan positif. Arus listrik mengalir dari katoda menuju
anoda .Reaksi kimia yang terjadi pada sel galvani berlangsung secara spontan.
Salah satu aplikasi sel galvani adalah penggunaan sel Zn/Ag2O3
untuk batere jam.
b. Sel Elektrolisis
Yaitu sel yang menggunakan
arus listrik. Pada sel elektrolisis, reaksi kimia tidak terjadi secara spontan
tetapi melalui perbedaan potensial yang dipicu dari luar sistem. Anoda
berfungsi sebagai elektroda bermuatan positif dan katoda bermuatan negatif,
sehingga arus listrik mengalir dari anoda ke katoda. Sel elektrolisis banyak
digunakan untuk produksi alumunium atau pemurnian tembaga.

Gambar 4.1. Sel
Galvani dan Sel Elektrolisis
Untuk menyatakan sel
elektrokimia, digunakan notasi sel sebagai berikut
Zn │ Zn2+ ║ Cu2+
│ Cu
Zn │ Zn2+ ┇┇ Cu2+ │ Cu
Sisi kiri notasi sel biasanya
menyatakan reaksi oksidasi, sedangkan sisi kanan notasi sel biasanya menyatakan
reaksi reduksi. Garis tunggal pada notasi sel menyatakan perbedaan fasa,
sedangkan garis ganda menyatakan perbedaan elektroda. Garis putus – putus
menyatakan adanya jembatan garam pada sel elektrokimia. Jembatan garam adalah
larutan kalium klorida atau amonium nitrat pekat. Jembatan garam diperlukan
bila larutan pada anoda dan katoda dapat saling bereaksi.

Gambar 4.2. Sel
elektrokimia tanpa jembatan garam (a) dan dengan jembatan garam (b)
4.3.1. Penentuan DGL Standar Sel (Eosel)
Nilai Eosel
ditentukan dengan rumus
Eosel = Eoreduksi
– Eooksidasi
.................................... (4.5)
Eoreduksi
adalah nilai potensial elektroda standar pada elektroda yang mengalami reduksi
dan Eooksidasi adalah nilai potensial elektroda standar
dari elektroda yang mengalami oksidasi.
Contoh : Hitung Eosel
pada 25oC untuk Cd │ Cd2+ ║ Cu2+
│ Cu !
Reduksi : ½ Cu2+ + e- = ½ Cu Eo = 0,339 V


Total : Cu2+ + Cd = Cu +
Cd2+ Eosel
= 0,7412 V
4.3.2. Penentuan DGL Sel (Esel) dan Perubahan Energi Bebas Gibbs
(ΔG)
Beda potensial antara elektroda kanan (reduksi) dan elektroda
kiri (oksidasi) ditentukan dengan perhitungan DGL sel (Esel). Secara
umum,


Bila nilai DGL sel positif,
maka ΔG negatif dan reaksi berlangsung secara spontan. Sedangkan bila DGL
sel negatif, ΔG positif dan reaksi berlangsung tidak spontan. Menurut
kesetimbangan kimia,

Bila perubahan energi Gibbs
dinyatakan sebagai potensial kimia, maka persamaan 4.7 dapat ditulis menjadi

Jika nilai μi
disubstitusi dengan persamaan 4.6, maka


Hubungan antara Esel
dan Eosel ini disebut persamaan Nernst, dimana K adalah tetapan kesetimbangan yang
nilainya sama dengan perbandingan aktifitas spesi teroksidasi terhadap spesi
tereduksi.

Pada kesetimbangan, nilai Esel
adalah nol sehingga


Dengan menggunakan persamaan
4.13, nilai K pada kesetimbangan dapat ditentukan.
4.4. Keaktifan Elektrolit
Pada campuran non elektrolit, potensial kimia dapat
dinyatakan sebagai

dimana γi
adalah koefisien keaktifan zat i dan xi adalah fraksi mol zat i. Aktifitas zat non elektrolit adalah

sehingga
......................................... (4.16)

Pendekatan nilai aktifitas
yang sama tidak dapat digunakan untuk larutan elektrolit, karena zat elektrolit
mengalami dissosiasi (penguraian). Walaupun begitu, ion – ion elektrolit tidak
dapat dipelajari secara terpisah karena pada larutan dapat terjadi penetralan
listrik. Untuk larutan elektrolit, digunakan besaran molalitas untuk
menggantikan fraksi mol. Pemilihan skala mol dilakukan karena dibandingkan
dengan fraksi mol, molalitas suatu zat tidak akan berubah apabila dalam larutan
ditambahkan zat terlarut yang lain. Sehingga untuk zat elektrolit

dimana mo adalah
nilai standar molalitas ( 1 mol / kg pelarut) dan

Untuk larutan elektrolit yang
mengandung anion dan kation, nilai potensial kimia masing – masing ion adalah


μo+
dan μo- adalah potensial kimia standar dari kation
dan anion, sedangkan γ+ dan γ- adalah koefisien
aktifitas katin dan anion. Potensial kimia total dari zat elektrolit adalah

dimana υ+ dan
υ- adalah jumlah kation dan anion. Substitusi persamaan 4.19
dan 4.20 pada persamaan 4.21 menghasilkan

Jika m± adalah molalitas ionik rata – rata dan γ±
adalah koefisien aktifitas ionik rata –
rata dimana


dan
................................................................... (4.25)

Dengan menggunakan ketiga
persamaan di atas, persamaan 4.22 menjadi

Dari persamaan 4.26, nilai aktifitas elektrolit dinyatakan sebagai


4.5. Kekuatan Ion
Elektrolit yang mempunyai ion bermuatan lebih dari satu
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap koefisien aktifitas dibandingkan
elektrolit yang hanya mempunyai ion bermuatan satu. G. N. Lewis menyimpulkan
hal tersebut sebagai kekuatan ion (I)

dimana zi adalah muatan ion – ion pada zat elektrolit. Pada
pengenceran tak terhingga, distribusi ion pada larutan elektrolit dapat
dianggap sangat acak. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, gaya tarik dan gaya
tolak menjadi penting karena letak ion – ion yang berdekatan. Karena adanya
gaya tarik antar ion dan antara ion dengan lingkungan atmosfer ionik, koefisien
aktifitas elektrolit mengalami penurunan. Pengaruh ini terjadi lebih besar pada
ion – ion bermuatan tinggi dan pada pelarut dengan konstanta dielektrik lebih
rendah dimana interaksi elektrostatik menjadi lebih kuat.
Debye dan Hückel menyatakan bahwa pada larutan encer,
koefisien aktifitas γi
dari spesi ion i dengan muatan zi adalah

dengan
................. (4.30)

dimana mpelarut adalah massa pelarut, V adalah volume dan εr
adalah permitivitas relatif. Jika persamaan 4.24 ditulis dalam bentuk
logaritma

Jika γ+ dan γ-
disubstitusi dengan persamaan 4.29, maka

Bila berlaku υ+z+
= -υ-z-, maka

Teori Debye – Hückel berlaku
pada larutan dengan kekuatan ionik rendah. Pada larutan dengan kekuatan ion
tinggi, koefisien aktifitas elektrolit biasanya naik dengan bertambahnya
kekuatan ion.
4.6. Penentuan pH
Konsentrasi
ion H+ pada larutan aqueous
dapat bervariasi mulai 1 mol/L dalam 1
mol/L HCL sampai dengan 10-14 dalam 1 mol/L NaOH. Karena jangkauan nilai yang luas ini, Sorenson (1909)
mendefinisikan pH sebagai
pH = - log [H+] ....................................... (4.34)
Saat ini, pH dapat didekati
sebagai minus logaritma dari aktifitas ion hidrogen
pH = - log
aH+
......................................... (4.35)
pH dapat diukur dengan menggunakan
elektroda hidrogen (sebagai elektroda pengukur) dan elektroda kalomel (sebagai elektroda
pembanding). Kedua elektroda dihubungkan oleh jembatan garam, dengan notasi sel
Pt | H2(g) | H+(aH+) ┇┇ Cl- | Hg2Cl2 |
Hg. Reaksi setengah sel yang terjadi pada kedua elektroda adalah
½ Hg2Cl2 + e- = Hg + Cl- à Eo = 0,2802 V
H+ + e- = ½ H2(g)
à Eo
= 0,0000 V
Nilai DGL untuk sel ini adalah
Esel = Eosel –
0,0591
…………………..... (4.36)

Esel
= Eosel – 0,0591
.................................. (4.37)

Jika PH2 = Po
Esel
= Eosel – 0,0591 log [aH+]
=
0,2802 V – 0,0591 log [aH+]
Esel - 0,2802 = - 0,0591 log [aH+]
Esel - 0,2802 = 0,0591 pH

Pengukuran
pH biasanya tidak dilakukan dengan elektroda hidrogen, tetapi menggunakan
elektroda kaca. Hal ini dilakukan untuk menghindari keterlibatan ion hidrogen
dari elektroda (yang dapat mempengaruhi pengukuran) serta kemungkinan masuknya
racun dari platina yang terdapat pada elektroda tersebut.

Gambar 4.3.
Elektroda kaca dan elektroda kalomel dalam pHmeter
Elektroda kaca terdiri dari
elektroda kalomel atau elektroda Ag – AgCl dalam larutan dengan pH tetap dalam
membran tipis yang terbuat dari kaca khusus. Notasi sel untuk elektroda ini
adalah Ag | AgCl | Cl-, H+ | membran kaca | larutan ┇┇ elektroda kalomel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar